Sang Hyang Mayadewa


Sri tinon ing pasewakan
Busana manekawarna kebak
Puspiteng udiyana miyang
Hanjrah sarwa rukma …

ASTINA.—Para pemimpin Kurawa sedang mengadakan sidang umum, demi membahas tuntas krisis Kurusetra.

DURYUDANA: Dewan sidang terhormat! Krisis Kurusetra adalah krisis dunia yang perlu diatasi secara global sebelum terlanjur pecah Perang Dunia Baratayuda. Demi kejayaan Kurawa, sidang ini dibuka. Selamat datang buat Jendral Baladewa.

BALADEWA: Iyo, terima kasih, huahahaha… maaf, saya terlambat. Maklum—sibuk! Banyak urusan dalam negeri. Demi pemerataan pembangunan! Huahahaha….

SAKUNI: Hehe… sama! Bahkan Astina kini lagi menggalakan perdamaian dunia. Mencegah PD III Baratayuda! Gitu kan, Prof?

DURNA: Benar! Nah, justru itu Kurawa perlu menerapkan strategi politik luar negeri yang jitu! Menang tanpa perang! Nah, hahaha….

DURYUDANA: Tepat, Prof Dur! Sebagai mahaguru penuh-ilmu canggih-teori kaya-pustaka tentu kau mampu memberikan strategi jitu!

DURNA: Nah, hahaha… temtu, temtu! Durna bukan sekedar profesor tampang, bukan profesor pangkat, namun mahapakar serba pintar, mahaahli multicanggih!

BALADEWA: Krrk-cuah! Usah sombong! Buktikan, Prof!

DURNA: Baik! Menurut penelitian, dasar kekuatan hankam Amarta terletak pada kemanunggalan antara Pandawa dengan Panakawan. Itulah kemanunggalan antara aparat dengan rakyat! Nah, demi menghancurkan kekuatan serupa itu—culik Semar! Sandra! Bila perlu, bunuh!

KARNA: Tunggu dulu! Itu melanggar hak-hak azasi manusia. Saya keberatan!

SAKUNI: Tenang, Pak Gub Awangga! Kebijakan ada pada Presiden Duryudana, decision-maker.

DURYUDANA: Hmh, setuju! Gemana, Jendral Baladewa?

BALADEWA: OK!

DURYUDANA: Baik—Brigjen Dursasana, siapkan Operasi Panakawan. Sandra Semar!

DURSASANA: Ait! Siap! Huaha… e-e-e, permisi!

“Siap gerak! Inilah daftar perwira pilihan dalam Operasi Panakawan: Dursala, Dursata, Durmagati, Durmuka, Durkarma, Durwigata, Duradara, Kartamarma, Kartipeya, Citrayuda, Citra-marma, Citrakandala, Citraksa, Citraksi, Citragada, Drepayuda, Drepawarman, Drepasastra, Dredarata, Ugrasewa, Drestahasta, Adityaketu, Bimabahu, Dirgarama, Dirgabahu, Dirgalacana…!”
“Siap! Siap! Siap! Siap!”

Gegap derap
Siap sergap

Waspada Gatotkaca
Perwiratama udara

TAPAL BATAS, AMARTA.—Pesawat tempur Krincingwesi meluncur pesat mahacepat!

“Hmmm… keparat Kurawa! Hadapi dulu Angkatan Udara Amarta!"—(Plas! Plas! Plas!)
“Awas bom! Tiarap!”
(Blar! Blar! Blar!)
“Krrk-cuah! Pesawat laknat keparat! Berani menjegal pasukan Astina—rasakan nih!”—(Dreder-der-der…!!!)
“Break, Divisi Jangkarbumi, di sini Marsekal Gatotkaca minta bantuan Angkatan Darat Amarta, over !”
“Well, Kolonel Antareja siap membantu—”
“Kontek Laksamana Antasena!”
“Siap!”
(Blar! Blar! Blar!)
“Krrk-cuah! Gawat!”
“Dur, Dir, Cit, Karta… mundur! Mundur!”
“Krrk-cuah! Gemana, Prof?”
“Berat! Daripada hancur, baikan mundur. Ganti taktik diplomatik! Aku mau menemui Gubernur Arjuna di Madukara.”
“Baik! Hati-hati, Prof!”
“OK, sip dah!”

Cepatkebat Prof Durna
Pergi menuju Madukara

MADUKARA.—Jendral Arjuna menyambut Prof Durna.

ARJUNA: Selamat datang, Prof.

DURNA: Terima kasih! Sebagai duta Astina saya diutus oleh Presiden Duryudana demi merundingkan masalah krisis Kuru-setra. Demi mencegah perang Baratayuda, demi perdamaian dunia, Astina minta Amarta menyerahkan Semar.

ARJUNA: Buat apa, Prof?

DURNA: Untuk dijadikan sesepuh Astina! Nah, jika tak ke-beratan, harap segera antarkan Semar ke Astina.

ARJUNA: Baiklah! Petunjuk mahaguru saya laksanakan.

DURNA: Nah, hahaha… silakan!

Bumi goncang
Laut goncang

GARA-GARA—Taktikpicik konflik politik tersulut sudut maut. Tumaritis terjamah wabah serakah buas darah.

Suwe ora jamu, Mas
Jamune godong telo
Suwe ra ketemu Mas
Lho kok malah bodo

“Welah, Gong—kuno! Gak maju-maju! Seni mesti memiliki ciri mandiri. Mesti khas, bukan klise!”
“Asal duit—Anjing!”
“Welah! Kena wabah dokuisme, idealisme seni luntur!”
“Biarin—Bangsat!”
“Udah-udah! Ribut aje! Malu tuh ame pembaca.”
“Sendika dawuh, Raka Prabu—”
“Udah—Anjing! Usah ngedalang sinting gitu!”
“Hihi… abis, omongan wayang asyik. Jika saja aku dalang!"
“Ngapain?”
“Kan kuganti namaku jadi Bagong De Vito—hihihi….”
“Busyet! Kirain apaan?”
“Eh, liat ada Pak Jun!”
ARJUNA: Sampurasun!

SEMAR: Rampes, Jendral Arjuna, silakan masuk.

ARJUNA: Terima kasih. Pak Semar, kuminta kesediaanmu untuk jadi duta perdamaian Amarta di Astina. Saat ini juga kau mesti berangkat bersama Prof Durna.

DURNA: Benar, Ki Semar!

SEMAR: Baiklah, mari—Le, jaga desa!”
“Beres, Mo!”
Terberitakan Prof Durna
Membawa Semar ke Astina

ASTINA.—Dalam bui di ruang bawah tanah Semar dipenjara. Bukan jadi duta ia, tapi mandi derita. Ia tak kuasa berbuat apa.

“O, Gusti! Apa noda, dosa, cela, dan mala yang telah kuperbuat, hingga aku
memperoleh nasib begini?”

Duka daku dikau daki
Dikau duka daku daki

“Hai, Kurawa! Semar menghilang dari penjara!”
“Krrk-cuah! Keparat! Siapa kau?”
“Usah kaget, Kurawa! Aku Sang Hyang Maya Dewa yang telah membebaskan Ki Semar Badranaya.”
“Dur, Cit, Karta—tangkap dia!”
“Siap! Siap! Siap!”
(Clap!)—“Ciaat!”—(Jder!)—“Ait! Pfuh!”—(Splak! Bugh!) “Aduh!”
“Krrk-cuah! Keparat! Hiaatt!”— (Zplak! Dez! Bugh!) —“Heughk! Hoeekh ooo…!”
“Liat, Dur! Jendral Baladewa dihajar sampai muntaber!”
“Krrk-cuah! Lari, Cit!”
“Oke deh!”

Kurawa lari
Kian kemari

Sang Hyang Maya Dewa
Segera menuju Amarta

AMARTA.—Jendral Arjuna minta suaka.

YUDISTIRA: Ada apa, Jendral Arjuna?

ARJUNA: Celaka! Saya diburu mahajaksa bernama Sang Hyang Maya Dewa.

BIMA: Hmh, kenapa?

ARJUNA: Saya telah mengirim Pak Semar ke Astina sebagai duta perdamaian, namun ia murca.
KRENA: O, pantas!

“Heh, Arjuna! Usah sambat keparat! Meski lari ke luar tata semesta, kau tak akan
bebas lepas dari tuntutan Mahajaksa Sang Hyang Maya Dewa!”

ARJUNA: Belalah Saya.

KRESNA: Biar kuhadapi!

“Babo krrk-cuah! Orang hitam kusam mau apa kau?”
“Maaf, Mahajaksa—memang Arjuna ada di pihak terdakwa, jika terbukti bersalah. Namun Amarta adalah negara hukum yang menghargai azas praduga tak bersalah. Nah, marilah kita selesaikan di pengadilan.”
“Usah berdalih! Arjuna terlibat dalam penipuan tenaga kerja, penyalahgunaan jabatan, berkomplot dengan Kurawa untuk
mencelakakan Ki Semar Badranaya.”
“Baiklah, kesaksian saudara bisa dibeberkan di peng-adilan. Saudara bisa menuntut Jendral Arjuna! Apakah saudara warga Amarta?”
“Ya! Ini KTP saya!”
“Lho! Pak Semar?”
“Ya: Sang Hyang Maya Dewa hanyalah nama samaran!”
“O!”
“Hehehe… sudahlah, Pak Kresna. Kekeliruan Jendral Arjuna saya maklumi! Saya mesti segera kembali ke desa Tumaritis. Permisi!”
“Mari, Pak Semar!”



Semarang 12 Mei 1991 Ki Harsono Siswocarito

0 komentar:

 
Creative Commons License
eXTReMe Tracker